1. Sumber bahan baku
Kulit suede alami diperoleh dengan pengolahan khusus kulit hewan, biasanya dari hewan seperti sapi, domba, dan babi. Artinya produksi kulit suede alami bergantung langsung pada penyembelihan hewan. Dalam konteks meningkatnya perhatian terhadap masalah lingkungan dan etika, produksi kulit hewan telah menimbulkan kontroversi yang luas. Pertama-tama, penyembelihan hewan tidak hanya melibatkan masalah kesejahteraan hewan, tetapi juga memberikan tekanan pada lingkungan ekologis, terutama sumber daya dan konsumsi lahan yang diperlukan untuk peternakan skala besar. Kedua, sejumlah besar emisi gas rumah kaca akan dihasilkan selama perolehan dan pengolahan kulit hewan, yang mempunyai dampak signifikan terhadap perubahan iklim global.
Sebagai perbandingan, sumber bahan bakunya Kulit Suede Tiruan sepenuhnya independen dari hewan. Biasanya terbuat dari serat sintetis (seperti poliester, poliuretan, polipropilena, dll.) dan bahan sintetis buatan lainnya yang dapat meniru tampilan dan nuansa kulit alami, namun tidak bergantung pada sumber daya hewani. Produksi Suede imitasi modern juga mulai fokus pada penggunaan bahan daur ulang atau bahan nabati alami, seperti kain sintetis yang terbuat dari botol plastik daur ulang (PET), yang tidak hanya dapat mengurangi ketergantungan pada sumber daya minyak bumi, tetapi juga secara efektif mengurangi plastik. polusi. Oleh karena itu, Suede imitasi lebih ramah lingkungan baik dari segi cara memperoleh bahan baku maupun dari segi konsumsi sumber daya.
2. Konsumsi sumber daya dalam proses produksi
Proses produksi kulit suede alami sangat membutuhkan sumber daya. Pertama-tama, sejumlah besar air, tanah, dan pakan dikonsumsi dalam peternakan hewan dan pengolahan kulit, yang memberikan tekanan besar pada lingkungan ekologis. Menurut beberapa penelitian, jejak air dalam memelihara seekor sapi bisa mencapai lebih dari 15.000 liter air, hanya untuk menghasilkan sepotong kulit. Selain itu, proses penyamakan pada pengolahan kulit melibatkan sejumlah besar bahan kimia, dan penyamakan krom tradisional serta beberapa proses pengolahan kimia lainnya akan mencemari tanah dan sumber air. Meskipun saat ini terdapat beberapa metode penyamakan alternatif yang ramah lingkungan, metode tersebut masih memerlukan banyak investasi teknis dan pembaruan peralatan, sehingga beban lingkungannya relatif besar.
Proses produksi dari Faux Suede mengkonsumsi sumber daya alam yang relatif sedikit, terutama jika menggunakan bahan daur ulang sebagai bahan baku dasarnya. Mengambil contoh botol plastik daur ulang, bahan mentah yang dibutuhkan untuk membuat Faux Suede dicuci, diproses, dan dipintal, yang tidak hanya menghindari ketergantungan pada sumber daya minyak, namun juga mengurangi penumpukan sampah plastik. Meski produksi bahan sintetis masih mengonsumsi energi, namun secara keseluruhan produksi Faux Suede lebih hemat dari segi konsumsi sumber daya. Selain itu, banyak produsen Faux Suede yang mulai mengadopsi proses produksi yang lebih ramah lingkungan, seperti pewarna berbahan dasar air dan bahan kimia tidak beracun, untuk mengurangi dampak terhadap lingkungan.
3. Emisi karbon dan pencemaran lingkungan
Jejak karbon dari kulit suede alami relatif besar. Menurut laporan dari berbagai lembaga penelitian, produksi kulit tradisional melibatkan sejumlah besar emisi gas rumah kaca, terutama emisi metana dari peternakan. Selama proses pembiakan, hewan ruminansia seperti sapi menghasilkan metana dalam jumlah besar, dan efek rumah kaca metana lebih kuat dibandingkan karbon dioksida, sehingga dampak negatif industri peternakan terhadap perubahan iklim lebih signifikan. Selain itu, selama pengolahan kulit, penyamakan, pewarnaan dan peminyakan juga akan melepaskan zat berbahaya, apalagi bila menggunakan proses penyamakan krom tradisional, air limbah beracun dan bahan kimia yang dihasilkan akan menyebabkan pencemaran lingkungan dalam jangka panjang.
Jejak karbon dari Faux Suede relatif kecil, terutama bila menggunakan bahan sintetis dan proses produksi yang berkelanjutan. Meski produksi Faux Suede masih mengandalkan energi dan bahan kimia, namun emisi gas rumah kacanya lebih rendah dibandingkan kulit alami. Yang lebih penting lagi, banyak produsen Faux Suede secara bertahap mencapai produksi ramah lingkungan, mengadopsi teknologi rendah karbon dan rendah emisi, seperti menggunakan energi terbarukan dan mengurangi emisi gas berbahaya, untuk lebih mengurangi dampak negatif proses produksi mereka terhadap lingkungan.
4. Siklus hidup dan daur ulang
Kulit suede alami memiliki siklus hidup yang panjang, namun penanganan dan pembuangannya sering kali menimbulkan tantangan lingkungan. Kulit alami memang tahan lama, apalagi produk kulit berkualitas tinggi dapat digunakan bertahun-tahun, bahkan mempertahankan nilai guna tertentu setelah mati. Namun karena penggunaan bahan kimia dalam proses pengolahan kulit, kulit alami seringkali menghadapi masalah tidak dapat terurai pada pembuangan akhir. Banyak produk kulit sulit untuk didaur ulang dan digunakan kembali setelah dibuang, dan beberapa bahan kulit dibuang ke tempat pembuangan sampah atau pembakaran, yang tidak hanya menghabiskan sumber daya yang terbatas, namun juga melepaskan gas dan polutan berbahaya.
Sebaliknya, Faux Suede berkinerja lebih baik dalam manajemen siklus hidup, terutama jika menggunakan bahan yang dapat didaur ulang, dan serat sintetis yang digunakan dalam proses produksi dapat didaur ulang dan digunakan kembali, sehingga mengurangi limbah sumber daya. Banyak produsen telah menambahkan elemen yang mudah didaur ulang ke dalam desain Faux Suede dan mempromosikan proses daur ulang dan pemrosesan ulang kain. Misalnya, beberapa merek memproses ulang produk Faux Suede bekas menjadi produk baru melalui jaringan mitra, sehingga menghindari pemborosan sumber daya. Meskipun Faux Suede tidak memiliki kinerja sebaik bahan alami dalam hal biodegradabilitas, namun masih banyak ruang untuk perbaikan dalam hal daur ulang dan penggunaan kembali, terutama dengan pengembangan teknologi daur ulang yang berkelanjutan.
5. Permintaan pasar dan kesadaran konsumen
Saat ini, konsumen semakin memperhatikan perlindungan dan kelestarian lingkungan, khususnya di bidang fashion. Sebagai alternatif pengganti kulit ramah lingkungan, Faux Suede semakin digemari konsumen karena bebas hewani, rendah emisi karbon, dan mudah didaur ulang. Khususnya di kalangan generasi muda, banyak orang yang cenderung memilih produk yang ramah lingkungan dan dikonsumsi secara etis, sehingga mendorong semakin banyak merek yang beralih ke bahan ramah lingkungan seperti Faux Suede.
Sebaliknya, meskipun kulit suede alami masih mendominasi pasar, semakin banyak konsumen yang mulai menyadari dampak buruknya terhadap lingkungan akibat penyembelihan hewan dan pencemaran lingkungan yang terlibat dalam proses produksinya. Oleh karena itu, kulit alami semakin banyak mendapat kritik, apalagi di era perlindungan lingkungan dan konsumerisme etis saat ini, pilihan konsumen terhadap produk kulit semakin berubah.